Kamis, 11 April 2013

PERUSAHAAN


SUDUT  PANDANG YANG PERLU  DI PERHATIKAN MEMULAI  BERBISNIS DAN  APA SAJA Bentuk-bentuk Badan Usaha ?


Memulai  Berbisnis  yang pelu di perhatikan  adalah : 

1.       Mulai  berpikir bentuk usaha  apa yang akan di jalankan ;
2.       Menentukan  strategi  apa yang akan  dilakukan dan atau  di jalankan ;
3.       Menentukan  siapa pemodal ;
4.       Menentukan  Peran  dan  tanggung  jawab  apabila  telah  dibuat dan  atau  sebelum perusahaan tersebut  berjalan ;
5.       Menentukan apa nama perusahaan yang akan di jalankan  Mis  :  apakah perusahaan  tersebut bernama Perusahaan perseorangan , Persekutuan Perdata, Persekutuan Firma, Persekutuan Komanditer dan Perseroan Terbatas

BENTU  USAHA 

Kami  akan memberikan pengertian bentuk  Bentuk – Bentk usaha, antara lain :

·        Perusahaan Perseorangan

Perusahaan Perseorangan adalah bentuk usaha yang paling sederhana.
Pemilik Perusahaan Perseorangan hanya satu orang dan pembentukannya tanpa izin serta tata cara yang rumit – misalnya membuka toko kelontong atau kedai makan. Biasanya Perusahaan Perseorangan dibuat oleh pengusaha yang bermodal kecil dengan sumber daya dan kuantitas produksi yang terbatas.
Bentuk usaha jenis ini paling mudah didirikan, seperti juga pembubarannya yang mudah dilakukan – tidak memerlukan persetujuan pihak lain karena pemiliknya hanya satu orang. Dalam Perusahaan Perseorangan tanggung jawab pemilik tidak terbatas, sehingga segala hutang yang timbul pelunasannya ditanggung oleh pemilik sampai pada harta kekayaan pribadi – seperti juga seluruh keuntungannya yang dapat dinikmati sendiri oleh pemilik usaha.


·        Persekutuan Perdata

Jika Anda merasa bisnis perseorangan Anda telah berkembang dan perlu mengembangkannya lebih lanjut, maka saatnya Anda mencari partner bisnis baru untuk meningkatkan Perusahaan Perseorangan itu menjadi Persekutuan Perdata.
Persekutuan Perdata diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata).
  
-          Menurut pasal 1618 KUH Perdata, Persekutuan Perdata merupakan “suatu perjanjian di mana dua orang atau lebih mengikatkan diri untuk memasukkan sesuatu ke dalam persekutuan dengan maksud untuk membagi keuntungan yang terjadi karenanya.”

Menurut pasal tersebut syarat Persekutuan Perdata adalah adanya pemasukan sesuatu ke dalam persekutuan (inbreng), dan ada pula pembagian keuntungan dari hasil pemasukan tersebut. Suatu Persekutuan Perdata dibuat berdasarkan perjanjian oleh para pihak yang mendirikannya.

Dalam perjanjian itu para pihak berjanji memasukan sesuatu (modal) kedalam persekutuan, dan hasil dari usaha yang dijalankan (keuntungan) kemudian dibagi diantara para pihak sesuai perjanjian.

Perjanjian Persekutuan Perdata dapat dibuat secara sederhana, tidak memerlukan proses dan tata cara yang rumit serta dapat dibuat berdasarkan akta dibawah tangan – perjanjian Persekutuan Perdata bahkan dapat dibuat secara lisan.

·        Persekutuan Firma 

Persekutuan dengan Firma merupakan Persekutuan Perdata dalam bentuk yang lebih khusus, yaitu didirikan untuk menjalankan perusahaan, menggunakan nama bersama, dan tanggung jawab para pemilik Firma – yang biasa disebut “sekutu” – bersifat tanggung renteng.

Persekutuan  Firma merupakan suatu perjanjian, maka para pemilik Firma – para sekutu Firma – harus terdiri lebih dari satu orang. Dalam Firma masing-masing sekutu berperan secara aktif menjalankan perusahaan, dan dalam rangka menjalankan perusahaan tersebut mereka bertanggung jawab secara tanggung rentang, yaitu hutang yang dibuat oleh salah satu sekutu akan mengikat sekutu yang lain dan demikian sebaliknya – pelunasan hutang Firma yang dilakukan oleh salah satu sekutu membebaskan hutang yang dibuat oleh sekutu yang lain.

Tanggung jawab para sekutu tidak hanya sebatas modal yang disetorkan kedalam Firma, tapi juga meliputi seluruh harta kekayaan pribadi para sekutu. Jika misalnya kekayaan Firma tidak cukup untuk melunasi hutang Firma, maka pelunasan hutang itu harus dilakukan dari harta kekayaan pribadi para sekutu.

Persekutuan Firna merupakan bentuk Persektuan Perdata, maka pembentukan Firma harus dilakukan dengan perjanjian.
Menurut pasal 22 KUHD – Kitab Undang-undang Hukum Dagang – perjanjian Firma harus berbentuk akta otentik – akta notaris. Meski harus dengan akta otentik, namun ketiadaan akta semacam itu tidak dapat menjadi alasan untuk merugikan pihak ketiga.

Suatu Persekutuan Firma dapat dibuat dengan akta dibawah tangan – bahkan perjanjian lisan – namun dalam proses pembuktian di pengadilan misalnya, ketiadaan akta otentik tersebut tidak dapat digunakan oleh para sekutu sebagai alasan untuk mengingkari eksistensi Firma. Setelah akta pendirian Firma dibuat, selanjutnya akta tersebut wajib didaftarkan di Kepaniteraan Pengadilan Negeri dalam daerah hukum di mana Firma itu berdomisili.

·        Persekutuan Komanditer (Commanditaire Vennotschaap/CV)

Persekutuan Komanditer adalah Persekutuan Firma – perkembangan lebih lanjut  dari Persekutuan Firma. Jika Firma hanya terdiri dari para sekutu yang secara aktif menjalankan perusahaan, maka dalam Komanditer terdapat sekutu pasif yang hanya memasukan modal.
Jika sebuah Firma membutuhkan tambahan modal, misalnya, Firma tersebut dapat memasukan pihak lain sebagai sekutu baru yang hanya memasukan modalnya tapi tidak terlibat secara aktif dalam menjalankan perusahaan.
Dalam hal ini, sekutu yang baru masuk tersebut merupakan sekutu pasif, sedangkan sekutu yang menjalankan perusahaan adalah sekutu aktif. Jika sekutu aktif  menjalankan perusahaan dan menanggung kerugian sampai harta kekayaan pribadi, maka dalam Komanditer tanggung jawab sekutu pasif terbatas hanya pada modal yang dimasukannya kedalam perusahaan – tidak meliputi harta kekayaan pribadi sekutu pasif.
 
·        Perseroan Terbatas (PT)

Perseroan Terbatas (PT) adalah badan hukum yang merupakan persekutuan modal, didirikan berdasarkan perjanjian, dan melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham. Sebagai badan hukum, sebuah PT dianggap layaknya orang-perorangan secara individu yang dapat melakukan perbuatan hukum sendiri, memiliki harta kekayaan sendiri dan dapat menuntut serta dituntut di muka pengadilan. Untuk menjadikannya sebagai badan hukum PT, sebuah perusahaan harus mengikuti tata cara pembuatan, pendaftaran dan pengumuman sebagaimana yang diatur dalam Undang-Undang Nomor Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas (UU PT)
.
Sebagai persekutuan modal, sebuah PT didirikan oleh para pendiri yang masing-masing memasukan modal berdasarkan perjanjian.
Modal tersebut terbagi dalam saham yang masing-masing saham mempunyai nilai yang secara keseluruhan menjadi modal perusahaan. Tanggung jawab para pendiri PT adalah sebatas modal yang disetorkan ke dalam PT dan tidak meliputi harta kekayaan pribadi mereka.

-           Menurut Undang – Undang PT, bahwa Modal PT terbagi atas Modal Dasar, Modal Ditempatkan dan Modal Disetor.
Modal Dasar adalah modal keseluruhan PT sebagaimana yang dinyatakan dalam Akta Pendiriannya, yaitu nilai yang menunjukkan besarnya nilai perusahaan.
Modal ditempatkan adalah bagian Modal Dasar yang wajib dipenuhi/disetor oleh masing-masing para pemegang saham kedalam perusahaan.
Modal Disetor adalah Modal Ditempatkan yang secara nyata telah disetorkan.

Untuk menjalankan perusahaan, sebuah PT dilengkapi organ-organ yang memiliki fungsi masing-masing, yaitu: Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS), Direksi dan Dewan Komisaris.

Menurut Undang-undang Perseroan Terbatas, Rapat Umum Pemegang Saham adalah organ perseroan yang mempunyai wewenang yang tidak diberikan kepada Direksi atau Dewan Komisaris dalam batas-batas yang ditentukan dalam undang-undang tersebut. Secara umum, tugas RUPS adalah menentukan kebijakan perusahaan.

Direksi adalah organ perseroan yang berwenang dan bertanggung jawab penuh atas pengurusan perseroan, sehingga Direksi dapat mewakili perseroan itu baik di dalam maupun di luar pengadilan. Tugas Dewan Komisaris adalah melakukan pengawasan terhadap perseroan, baik secara umum maupun secara khusus, termasuk memberi nasihat kepada Direksi. (legalakses.com).

Senin, 01 April 2013

PERCERAIAN

Proses pengajuan   perceraian di pengadilan :


-     DI  Pengadilan Agama  ( MUSLIM )


Berdasarkan  KOMPILASI  HUKUM ISLAM  &  Undang-Undang No. 1 Tahun  1974

Pengadilan Agama hanya dapat memproses perceraian apabila salah satu pihak mengajukan permohonan cerai talak ataupun gugatan cerai

Permohonan Talak  atau  permohonan cerai  talak  dan “Gugatan Cerai”

Suatu perceraian harus diputuskan melalui Pengadilan Agama – dengan terlebih dahulu mengajukan permohonan cerai talak  atau gugatan perceraian ( gugat cerai).                

Apabila suami yang mengajukan perceraian, maka pengajuan itu dinamakan Permohonan CeraiTalak,                                                                                                                                                             Isteri  yang mengajukan maka pengajuan itu disebut Gugatan Cerai. Dalam Permohonan Talak, PEMOHON meminta kepada Pengadilan Agama untuk diadakan sidang pembacaan ikrar talak.

Perceraian terjadi apabila kedua belah pihak baik suami maupun istri sudah sama-sama merasakan ketidakcocokan dalam menjalani  rumah tangga, perkawinan sering diwarnai pertengkaran terus menerus yand tidak dapat di damaikan, merasa tidak bahagia, ketidaksetiaan pasangan, atau masalah lainnya, Salah satu pihak selingkuh serta ada perbuatan Kekerasan dalam rumah tangga (KDRT)
Selama perceraian, pasangan tersebut harus memutuskan :   

-     HAK ASUH  ANAK ( termasuk dalam gugatan dituliskan atau dimintakan mengenai Pemberian biaya  pemeliharaan  untuk  anak  sampai  tersebut sampai selesai sekolah dan/atau  sampai anak tersebut dewasa dan/ atau menikah diluar pendidikan dan kesehatan yang diberikan langsung  kepada  Penggugat;
-     Membagi harta mereka yang diperoleh selama pernikahan MIS : rumah, mobil, perabotan atau kontrak;

ATAU
 Perempuan mempunyai beberapa hak apabila terjadi perceraian


1.hak pemeliharaan dan pengasuhan anak 

  • Pasal 229   Kompilasi  Hukum  Islam   ditegaskan  bahwasanya  Hakim  dalam    
                     menyelesaikan  perkara - perkara  yang  diajukan  kepadanya, wajib
                     memperhatikan dengan sungguh-sungguh nilai-nilai hukum yang 
                     hidup dalam masyarakat sehingga putusannya sesuai  dengan rasa
                     dengan rasa keadilan.   


  • Peradilan Agama, , para hakim secara jelas dan tegas  sering menggunakan  Kompilasi Hukum Islam ( KHI )dalam memutuskan hak asuh anak sebagaimana  diatur Pasal 105 Kompilasi Hukum Islam bahwa apabila telah terjadi perceraian  maka  dalam hal pemeliharaan anak adalah :
  1.  Pemeliharaan anak yang belum mumayyiz atau belum berumur 12 tahun adalah hak ibunya;
  2.  Dalam  hal Pemeliharaan  anak,  Apabila Si anak telah  mumayyiz atau belum berumur 12 tahun akan diserahkan kepada si anak untuk memelihara di antara  ayah atau ibunya 
  3.  Dalam  hal biaya pemeliharaan anak ditanggung oleh ayahnya.
Pasal 156 Kompilasi Hukum Islam, pengasuhan anak harus diserahkan kepada pihak ibu

Pengajuan permohonan  kuasa asuh  anak dalam permohonan cerai kepada  Pengadilan Negeri / Agama dapat diajukan sekaligus dan atau terpisah 

Penetapan pengadilan tentang kuasa asuh anak tidak memutuskan hubungan darah antara anak dan orang tua kandungnya dan atau tidak menghilangkan kewajiban orang tuanya untuk membiayai hidup anaknya, hal ini sebagaimana yang dimaksud dalam Undang-undang dan Pasal, sebagai  berikut :


* Pasal 49 ayat (2) UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan :

Meskipun orang tua dicabut kekuasaannya, mereka masih tetap berkewajiban untuk memberi biaya pemeliharaan kepada anak tersebut.

* Pasal 32 UU No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak :

Penetapan pengadilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 ayat (3) sekurang-kurangnya memuat ketentuan;

a.     tidak memutuskan hubungan darah antara anak dan orang tua kandungnya;
b.     tidak menghilangkan kewajiban orang tuanya untuk membiayai hidup anaknya;
c.       dan  batas waktu pencabutan
Oleh karena penetapan pengadilan tidak memutus hubungan darah antara anak dan orang tua kandungnya dan atau tidak menghilangkan kewajiban orang tua kepada si anak maka tidak ada alasan salah satu orang tua menolak kunjungan orang tua yang lain untuk bertemu dengan si anak.  

2.nafkah isri

3.hadiah sebagai kenang-kenangan (bagi yang beragama Islam)

4.Nafkah anak

5.harta gono-gin
i


Pasal 35 Peraturan Pemerintah Nomor 9  Tahun 1975; Penggugat mohon agar Panitera/sekretaris Pengadilan Agama Tanggerang mengirimkan salinan putusan perkara ini yang tidak mempunyai kekuatan hukum yang tetap kepada Kantor Urusan Agama Kecamatan............... untuk dilakukan pencatatan pada sebuah buku daftar yang diperuntukkan untuk kepentingan tersebut

Pengadilan Agama maupun di Pengadilan Negeri berikut disampaikan tata cara perceraian sebagaimana diatur dan ditetapkan Peraturan Pemerintah No. 9 Tahun 1975 tentang PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR I TAHUN 1974
  • Peraturan Pemerintah No. 9 Tahun 1975

Pasal 14

Seorang suami yang telah melangsungkan perkawinan menurut Agama Islam, yang akan menceraikan isterinya, mengajukan surat kepada Pengadilan di tempat tinggalnya, yang berisi pemberitahuan bahwa ia bermaksud menceraikan isterinya disertai dengan alasan-alasannya serta meminta kepada Pengadilan agar diadakan sidang untuk keperluan itu.

Pasal 16
Pengadilan hanya memutuskan untuk mengadakan sidang pengadilan untuk menyaksikan perceraian yang dimaksud dalam pasal 14 apabila memang terdapat alasan seperti yang dimaksud dalam pasal 19 Peraturan Pemerintah ini, dan pengadilan berpendapat bahwa antara suami isteri yang bersangkutan tidak mungkin lagi didamaikan untuk hidup rukun lagi dalam rumah tangga.
Pasal 18
Perceraian itu terjadi terhitung pada saat perceraian itu dinyatakan didepan sidang Pengadilan.
Pasal 19

Perceraian dapat terjadi karena alasan atau alasan-alasan:
a.            Salah satu pihak berbuat zina atau menjadi pemabok,    
pemadat, penjudi, dan lain sebagainya yang sukar disembuhkan;
b.    Salah satu pihak meninggalkan pihak lain selarna 2 (dua) tahun berturut-turut tanpa izin pihak lain dan tanpa alasan yang syah atau karena hal lain diluar kemampuannya;
c.     Salah satu pihak mendapat hukuman penjara 5 (lima) tahun atau hukuman yang lebih berat setelah perkawinan berlangsung;
d.     Salah satu pihak melakukan kekejaman atau penganiayaan berat yang membahayakan pihak yang lain;
e.    Salah satu pihak mendapat cacat badan atau penyakit dengan akibat tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai suami/isteri;
f.     Antar suami dan isteri terus menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran dan tidak ada harapan akan hidup rukun lagi dalam rumah tangga.
Pasal 20
(1)    Gugatan perceraian diajukan oleh suami atau isteri atau kuasanya kepada Pengadilan yang daerah hukumnya meliputi tempat kediaman tergugat.
(2)    Dalam hal kediaman tergugat tidak jelas atau tidak diketahui atau tidak mempunyai tempat kediaman yang tetap, gugatan perceraian diajukan kepada Pengadilan ditempat kediaman penggugat.
(3)     Dalam hal tergugat bertempat kediaman diluar negeri, gugatan perceraian diajukan kepada Pengadilan ditempat kediaman penggugat. Ketua Pengadilan menyampaikan permohonan tersebut kepada tergugat melalui Perwakilan Republik Indonesia setempat.
Pasal 21
(1)    Gugatan perceraian karena alasan tersebut dalam pasal 19 huruf b, diajukan kepada Pengadilan  ditempat kediaman penggugat.
(2)    Gugatan tersebut dalam ayat (1) dapat diajukan setelah lampaui 2 (dua) tahun terhitung sejak    tergugat meninggalkan rumah.
(3)     Gugatan dapat diterima apabila tergugat menyatakan atau menunjukkan sikap tidak mau lagi kembali kerumah kediaman bersama.



Pasal 22
(1)    Gugatan perceraian karena alasan tersebut dalam pasal 19 huruf f, diajukan kepada Pengadilan ditempat kediaman tergugat.

(2)   Gugatan tersebut dalam ayat (1) dapat diterima apabila telah cukup jelas bagi Pengadilan mengenai sebab-sebab perselisihan dan pertengkaran itu dan setelah mendengar pihak keluarga serta orang-orang yang dekat dengan suami isteri itu.
Pasal 23

Gugatan perceraian karena alasan salah seorang dari suami isteri mendapat hukuman penjara 5 (lima) tahun atau hukuman yang lebih berat sebagai dimaksud dalam Pasal 19 huruf c maka untuk rnendapatkan putusan perceraian sebagai bukti penggugat cukup menyampaikan salinan putusan Pengadilan yang memutuskan perkara disertai keterangan yang menyatakaan bahwa putusan itu telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap.

Pasal 24

(1)    Selama berlangsungnya gugatan perceraian atas permohonan Penggugat atau tergugat atau berdasarkan pertimbangan bahaya yang mungkin ditimbulkan. Pengadilan dapat mengizinkan suami isteri tersebut untuk tidak tinggal dalam satu rumah.
(2)   Selama berlangsungnya gugatan perceraian, atas permohonan pengugat atau tergugat, Pengadilan dapat:

·         
                 Undang – Undang  No. 1 Tahun  1974

BAB VIII
PUTUSNYA PERKAWINAN SERTA AKIBATNYA

Pasal 38


Perkawinan dapat putus karena :

a. kematian,
b.         perceraian dan
c.          atas keputusan Pengadilan.    


  •   KOMPILASI  HUKUM  ISLAM


Berdasarkan Intruksi Presiden No. 1 Tahun 1991 tanggal 10 Juni 1991 jo. Keputusan Mentri Agama No. 154 Tahun 1991 Tentang Pelaksaan Intruksi Presiden Nomor 1 Tahun 1991, kompilasi hukum Islam adalah salah satu dasar hukum selain aturan hukum yang lain bagi Pengadilan Agama memutus perkara hukum diantara orang-orang yang beragama Islam. Jadi daya berlakunya kompilasi hukum Islam hanya terbatas di Pengadilan Agama.
Pasal 116

        Perceraian dapat terjadi karena alasan atau alasan-alasan:

·      A.  salah  satu  pihak  berbuat  zina  atau  menjadi  pemabuk,  pemadat,  penjudi  dan lain  sebagainya  yang  sukar  disembuhkan;

·     B. salah  satu  pihak  meninggalkan  pihak  lain  selama  2  (dua)  tahun   berturut-turut  tanpa  izin  pihak  lain  dan tanpa  alas an  yang  sah  atau  karena  hal  lain  diluar kemampuannya;

·      C.  salah  satu  pihak  mendapat  hukuman  penjara  5  (lima)  tahun  atau  hukuman yang  lebih  berat  setelah  perkawinan  berlangsung;

·   D. salah  satu  pihak  melakukan  kekejaman  atau  penganiayaan  berat  yang membahayakan pihak lain;

·      E.  Salah  satu  pihak  mendapat  cacat  badan  atau  penyakit  dengan  akibat  tidak dapat  menjalankan kewajibannya  sebagai  suami  atau  isteri;

·    F. antara  suami  dan  isteri  terus  menerus  terjadi  perselisihan  dan  pertengkaran dan  tidak  ada  harapan  akan  hidup  rukun  lagi  dalam  rumah  tangga;

·       G.  Suami menlanggar taklik talak;

·     H. Peralihan  agama  tau  murtad  yang  menyebabkan             terjadinya  ketidak rukunan dalam  rumah  tangga.     



-     Pengadilan Negeri. ( NON muslim)


      
Berdasarkan  KUH PERDATA  &  Undang-Undang No. 1 Tahun  1974